Judul asli :
Pasung Jiwa (2013)
Penulis : Okky Madasari
Penyunting :
Anastasia Mustika Widjaja
Penerjemah :
Nurhayat Idriyanto Mohamed
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Kota Terbit :
Jakarta
Tahun Terbit : 2014
Tebal buku :
280 halaman; 20cm
Jenis : Fiksi
ISBN :
978602030534
Bound merupakan terjemahan novel Pasung Jiwa dari seorang
penulis Okky Madasari. Well, sebenarnya baru pertama kali sih baca novel
Indonesia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. So far, this is really
good. Terjemahannya gak bikin pusing hehe. Oh, ya.. novel ini memiliki dua
sudut pandang dari dua karakter yang berbeda. Mereka mencari kebebasan dari
semua batasan.
REVIEW STORY :
SASANA
Cerita ini di awali oleh Sasana kecil yang di berikan kurus
les piano oleh orang tuanya. Titik jenuh pun mengampiri Sasana hingga ia
menemukan sebuah pertunjukan dangdut di desa. Sasana pun menghampiri dan ikut
larut dalam pertunjukan itu. Lagu pertama yang ia dengar adalah Terajana -
Rhoma Irama. Dari sana lah ia mulai menyukai dangdut. Orang tuanya yang
mengetahui hal ini marah kepadanya. Sasana dilarang untuk keluar rumah agar tak
dapat mendatangi pertunjukkan dangdut tetapi hasrat penyuka dangdut dalam
dirinya tak dapat di pendam. Ia selalu mencari cara agar tetap bisa menikmati
lagu dangdut.
Suatu hari ia mendengar sebuah
lagu Darah Muda - Rhoma Irama di radio dari dalam kamar pembantunya, Mbak
Minah. Lagu tersebut membuat Sasana bergoyang seperti saat ia di pertunjukkan
dangdut lalu. Mengetahui hal tersebut Mbak Minah sempat memarahinya namun
Sasana tidak mendengarkannya dan membawa radio itu ke kamarnya.
Beranjak masuk SMA ia di masukan ke sebuah sekolah Katolik.
Orang tua Sasana menginginkan ia menjadi anak yang lebih relijius. Selama
bersekolah disana, Ia tak pernah tahu siapa nama teman sekelas atau pun
gurunya.
Ketika ia berjalan dekat
perpustakaan, segerombolan lima anak laki-laki menghampirinya. Sasana tidak
mengenal mereka. Mereka membawa Sasana ke toilet yang terletak di belakang
sekolah dimana tempat tersebut jauh dari jangkauan siapa pun.
Sasana mendapat perlakuan kurang manusiawi oleh ke lima
anak laki-laki tersebut. Bersamaan dengan perlakuan tersebut, salah satu anak
laki-laki itu memaksa Sasana untuk bergabung ke dalam kelompok mereka. Sasana
tak dapat melakukan apa pun, akhirnya ia pun mengikuti apa yang mereka minta
dan saat itu juga Sasana masuk ke geng mereka.
Setelah masuk ke
Dark Gang, penderitaan Sasana belum lah selesai. Sasana harus menyetorkan uang
jajannya sebesar lima ribu rupiah kepada mereka, jika tak diberikan maka mereka
akan melakukan hal yang sama ketika di toilet lalu. Hingga suatu saat, Sasana
mendapat perlakuan yang sama. Kali ini Dark Gang tak hanya meminta uangnya
namun juga mengambil semua yang mereka suka dari dalam tas miliknya. Sasana
pulang dengan berlumuran darah. Ibunya yang mengetahui hal ini langsung
menelpon Ayahnya. Setelah sampai di rumah Ayahnya menduga bahwa Sasana berkelahi.
Sasana yang sudah tak tahan atas tuduhan tersebut akhirnya memberanikan diri
untuk mengungkapkan yang sebenarnya.
Setelah lulus dari
SMA, Sasana melanjutkan ke perguruan tinggi di Malang. Sama seperti masa
SMAnya, ia tak pernah mengenal teman sekampusnya. Sasana lebih banyak
menghabiskan waktu dengan Cak Jek. Mereka berkenalan di sebuah kedai kopi dekat
kosan Sasana. Dari sana lah mereka mulai mengamen bersama di kedai kopi yang
dimiliki oleh Cak Man. Cak Jek memetik gitar sedangkan Sasana bernyanyi dangdut.
Sejak saat itu pula Sasana berganti nama menjadi Sasa. Mereka ingin menjadi
pengamen profesional. Setiap hari mereka memperbaiki penampilan hingga banyak
orang menyukai mereka.
Suatu hari Cak Man
bercerita pada Sasa dan Cak Jek mengenai hilangnya adiknya yang bekerja di
Sidoarjo, Marsini. Cak Man sangat sedih karena ia sangat menyayangi adiknya
tersebut. Sasa dan Cak Jek pun mengusulkan untuk berdemo ke tempat Marsini
bekerja. Semua rencana pun di persiapkan. Sebelumnya mereka mengumpulkan
orang-orang untuk berdemo yaitu Memed, Leman dan sekelompok anak punk,
Marjinal.
Hari itu pun tiba.
Mereka ke Sidoarjo dengan menumpangi bus. Peralatan demo seperti poster &
banner telah dipersiapkan. Siang hari demo dilaksanakan. Mereka berdemo
ditengah jalan dekat pabrik tersebut. Security pabrik itu pun meminta mereka
untuk bubar namun mereka tak menghiraukannya.
Datanglah beberapa polisi dan
tentara. Mereka pun berhasil dibubarkan dan dibawa ke suatu tempat. Di tempat
itu, Sasa mendapatkan perlakuan asusila setelah itu mereka membuang Sasa
diperbatasan militer. Sejak saat itu Sasa mendapat tekanan jiwa. Ia selalu mengingat
perlakuan oknum yang tak bertanggung jawab itu. Ibunya Sasa mengira bahwa
anaknya sudah tak waras hingga Sasa pun di masukkan ke rumah sakit jiwa.
Selama di RSJ, Sasa
selalu merenung mengapa ia berada disana. Sasa merasa tak merasa gila. Lalu ia dipertemukan
seorang teman bernama Banua. Banua sering bercerita pada Sasa bahwa ia ingin
bebas. Hinggu suatu hari Banua ditemukan tewas karena bunuh diri. Sasa pun
mengerti arti kebebasan Banua. Disana, ia pun bertemu Masita, seorang suster
yang sedang magang. Entah mengapa, Sasa merasa nyaman saat berdekatan
dengannya. Masita menjadi satu-satunya orang yang di percaya oleh Sasa. Masita
pun percaya bahwa Sasa tidak lah gila hingga suatu saat ia menyuruhkan Sasa
melarikan diri dari RSJ bersama teman-temannya.
Setelah melarikan
diri dari rumah sakit, Sasana kembali ke Malang untuk mencari Cak Jek, Memed
dan Leman. Ia mengunjungi tempat kedai kopi milik Cak Man. Namun, tempat itu
sudah berubah menjadi sebuah rumah. Salah satu tetangganya mengatakan bahwa Cak
Man tidak pernah kembali sejak mencari adiknya.
Pada saat itu juga,
Sasana mulai mengamen seorang diri. Ia mencoba mewujudkan impian tertunda Cak
Jek yaitu menjadi seorang artis yang profesional. Sasana tinggal
berpindah-pindah tempat seperti masjid, di bawah pohon dan kadang menyelinap
masuk ke universitas untuk mencari tempat terpencil dimana ia bisa beristirahat
sejenak.
CAK JEK
Setelah lama
melaut, Jaka memutuskan untuk pergi ke Jakarta dan mencari pekerjaan yang lebih
layak tetapi ia tak ingin bekerja di pabrik kembali seperti di Batam. Jaka
beristirahat sejenak di sebusah pos penjagaan. Saat ia terbangun terdapat 7
lekaki dan mereka menawarkan Jaka untuk bekerja. Jaka pun mengiyakan tawaran
tersebut tanpa tahu apa yang harus ia kerjakan.
Setelah tiga bulan bekerja di Jakarta, Jaka memutuskan untuk
pulang ke Malang menemui Ibunya. Namun sampai sana, ia mendapat kabar buruk
bahwa Ibunya telah meninggal dunia dan rumah yang ia tempati diambil alih oleh
seorang rentenir karna Ibunya tak bisa membayar hutang. Jek pun marah dan
berniat membalas dendam pada rentenir itu. Ia menghubungi teman kerjanya yang
berada di Malang. Ia meminta bantuan untuk merebut rumah itu kembali dari
tangan rentenir. Jaka pun memutuskan untuk menetap di sana.
SASANA
Sasa kembali ke Jakarta. Ia mengunjungi rumahnya namun
Ayahnya tidak menerimanya dan Sasa pun memutuskan untuk pergi kembali. Di
samping itu, Ibunya memutuskan memilih tinggal bersama Sasa. Mereka menyewa
rumah. Selama tinggal bersama Ibunya, Sasa menceritakan semua yang telah
terjadi, begitu pun sebaliknya.
Ibunya mengusulkan untuk menjadikan Sasa seperti super star.
Ia mulai merekam joget Gandrung ala Sasa dan mengirimnya ke media. Tak lama
kemudian, gambar Sasa pun mucul di koran. Sejak saat itu ia mendapat tawaran manggung
di berbagai kota.
Pada saat ia
manggung di Malang, terjadi kericuhan. Segerombolan pasukan berjubah putih dan
berturban kotak merah putih menghancurkan apa yang ada di hadapan mereka. Namun
Sasa tak melarikan diri seperti yang dilakukan penonontonnya. Ia ingin tahu apa
yang akan dilakukan oleh kelompok itu selanjutnya. Lalu pasukan berjubah itu
menghampiri Sasa di atas panggung, ia mulai menyerang Sasa, Sasa pun
melawannya. Namun mereka terlalu banyak hingga membuat Sasa kalah. Seketika itu
ia melihat seseorang yang ia kenali.
Sasa menjadi terdakwa atas
kasus penghinaan agama lewat penampilannya. Ia di hukum tiga tahun penjara.
Setelah sebulan di
penjara. Cak Jek menemui Sasa dan meminta maaf atas apa yang dilakukannya.
Mereka sempat sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tak lama kemudian mereka
menangis mengingat masa-masa mereka mengamen bersama. Cak Jek ingin melepaskan
Sasa dari penjara. Ia berbicara dengan pengawas penjara dengan berpura-pura
ingin membawa Sasa keluar sebentar untuk menyelidiki kasus yang menimpanya.
Pengawas itu pun terpengaruh dan setuju. Mereka dikawal keluar oleh penjaga
sampai gerbang. Mereka berdua pun bebas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar